Pernah tidak kalian mempunyai teman kerja yang egois? Jika tidak maka saya ucapkan selamat karena salah satu kondisi toxic telah menyelamatkan dirimu. Namun bagi kalian yang kebetulan memiliki teman kerja yang egois maka jangan berkecil hati. Sebab itu tandanya Tuhan masih memberi kekuatan kepadamu berhadapan dengan teman kerja toxic.
Saya ingin bercerita bahwa saya pun saat ini sedang memiliki teman kerja yang egois. Lucu sih kalau dipikir-pikir, sebab saya ini tipe orang yang sangat pemikir sekali. Saya bukan tipe orang yang suka mencari-cari masalah dengan orang lain. Jalan hidup telah banyak menempa saya. Bertemu dengan banyak orang dengan berbagai karakter juga telah saya jumpai.
Masalah yang saya hadapi saat ini adalah teman kerja yang sudah bertahun-tahun berinteraksi dengan saya di kantor namun tetap saja tak bisa menerima segala apa yang saya perbuat. Lho kok bisa?
Baiklah, saya ingin bercerita bahwa teman kerja saya adalah seorang laki-laki muda. Sangat muda belia usianya. Dia termasuk lelaki cerdas walau usia terbilang muda. Kami menjadi rekan kerja sudah 7 tahun. Lama juga ya! Walau berbeda 12 tahun, namun saya tidak pernah memandangnya sebagai anak kecil.
Prinsip hidup saya adalah ambil positifnya dari perilaku seseorang dan buang jauh-jauh apabila ada perilaku negatif dari orang tersebut. Jadi sebut saja teman kerja saya namanya Roy. Dulunya Roy tidak satu divisi dengan saya. Pertama kali Roy masuk langsung berada di divisi operasional.
Seiring berjalannya waktu, pimpinan kami melihat ada potensi besar pada diri Roy yang mengakibatkan dia dipindah tugaskan ke divisi marketing. Roy juga melihat peluang yang sangat menarik. Bersyukur Roy telah banyak melakukan prestasi kerja walau terkadang muncul sifat sombong dalam dirinya. Maklum, namanya anak muda ya jadi punya ambisi dan idealisme yang tinggi. Selama bekerja sama dengan Roy dalam satu tim, saya tidak pernah keberatan dengan sifat sombong dan tinggi hatinya.
Bagi saya selama itu tidak merugikan saya, mengapa tidak. Semua orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing begitu pun halnya dengan saya. Namun lama kelamaan ada satu hal yang saya tidak suka dari Roy. Dia akan marah dan mendiamkan saya berhari-hari manakala ada kebijakan saya yang tidak disetujuinya. Salah satunya Roy tidak setuju jika Ujang diberi fasilitas kursus mengemudi kendaraan.
Walau kami berada dalam divisi yang sama namun saya memiliki kelebihan di posisi yang berbeda. Saya dipercaya oleh pimpinan merangkap menjadi bagian personalia untuk mengurus data karyawan di kantor.
Salah satunya adalah memberi kesempatan bagi para karyawan untuk mendapat skill menyetir kendaraan. Walau perusahaan tempat saya bekerja bukan perusahaan besar namun pimpinan sangat mengapresiasi karyawan agar bisa lebih maju ke depannya.
Ada satu orang teknisi yang belum mendapat kesempatan untuk diikutkan kursus mengemudi kendaraan. Hal itu dikarenakan teknisi tersebut takut dan masih belum berani. Sebut saja namanya Ujang.
Namun setelah beberapa tahun kemudian, akhirnya Ujang berani untuk belajar menyetir kendaraan. Ujang pun melapor kepada saya dan menyatakan siap apabila saya mendaftarkannya untuk ikut kursus. Saya pun menghubungi pihak lembaga kursus mengemudi langganan kantor kami untuk mendaftarkan Ujang.
Tak lama setelah Ujang kursus, Roy pun mengetahui kalau saya memberi kesempatan Ujang kursus mobil. Marahlah dia dengan gaya khasnya yaitu mendiamkan saya. Awalnya saya bingung mengapa Roy yang tadinya ceria tiba-tiba jadi pendiam. Saya adalah seorang individu yang sangat sensitif sehingga tahu apabila ada yang berubah dari perilaku teman-teman termasuk Roy.
Lalu saya bertanya mengapa dia bersifat aneh pada saya, dan akhirnya Roy pun menceritakan kalau dia tidak setuju Ujang diberi kesempatan kursus mengemudi mobil. Sebagai orang yang berusaha ingin berjiwa besar, saya pun meminta maaf pada Roy kalau tidak melakukan apa yang menjadi sarannya. Hal ini dikarenakan semua pegawai mendapat kesempatan yang sama sehingga saya tidak ingin dikatakan tidak adil.
Namun Roy tetaplah Roy yang egois, sombong dan tak mau melakukan instrospeks. Akhir kata tibalah kantor kami mengadakan liburan akhir tahun ke salah satu tempat wisata. Roy pun mendiamkan saya sepanjang perjalanan. Karena saya tipe orang sensitif tentu tidak nyaman berada dalam suasana tersebut. Ada rasa jengkel dalam diri saya dan sedikit meluapkan emosi. Apalagi ketika berada di kantor menjelang perjalanan ke luar kota untuk liburan Roy benar-benar memperlihatkan kalau dia tidak mau mengajak ngobrol saja. Caranya dengan mengajak ngobrol teman-teman kerja yang lain dengan keseruan yang diciptakan sendiri.
Saya mencoba bersabar dengan tingkah laku teman kerja yang satu ini. Namun tetap saja sepanjang acara liburan yang hanya satu hari ini tidak membuat saya nyaman pada akhirnya. Walau ketika acara hampir selesai, akhirnya Roy pun membuka percakapan dengan saya. Saya yang termasuk orang pemaaf sangat senang akhir kami dapat "baikan" kembali. Sebenarnya saya juga bingung, karena saya tidak pernah menyulut konflik lalu untuk apa harus baikan.
Kejadian tersebut di atas yang saya ceritakan sudah berlalu beberapa tahun lalu dan saya pribadi sudah melupakannya. Saya pun sudah intens berkomunikasi dan bercanda dengan Roy, mengingat dia merupakan anak yang periang. Beda usia kami cukup jauh dan saya berusaha memposisikan diri sebagai rekan kerja sekaligus kakak baginya. Namun saya bukan individu yang egois karena banyak dari sifat Roy yang saya ambil sisi positifnya.
Adapun sifat Roy yang bisa diambil sisi positifnya baik untuk saya dan untuk kalian misalnya:
- Tidak pernah perhitungan dengan rekan kerjanya. Hal ini dilihat dari perlakuan dia kepada beberapa rekan kerja yang dianggap dekat terkadang dia traktir kopi dan lain sebagainya.
- Selalu menganggap rezeki itu datang dari Yang Kuasa sehingga kita sebagai manusia tidak perlu memperebutkannya.
- Walau sombong dan terlalu jumawa namun Roy termasuk percaya diri dan optimis dengan apa yang menjadi rencana hidupnya. Walau saya tahu persis banyak ambisinya yang belum tercapai. Tentu saja andaikan dia bisa mengendalikan rasa sombong dalam dirinya maka bisa jadi semua cita-citanya akan banyak tercapai. Lagi-lagi Roy bukan termasuk tipa orang yang mau menerima pendapat orang lain.
Manusia memang tidak ada sisi yang sempurna. Ada banyak kekurangan bahkan dalam diri saya sekalipun. Namun saya berusaha melakukan kompromi dengan orang lain, baik itu teman kerja atau anggota keluarga. Rupanya saya tidak bisa melakukan kompromi dengan Roy.
Cukupnya saya hanya menjad teman kerja Roy yang hanya membahas masalah kerja saja. Tidak ada lagi pembahasan mengenai masalah pribadi atau curhat. Toh nyatanya Roy tidak bisa berkompromi dengan kebijakan yang saya ambil di kantor.
Pelajaran yang dapat saya petik dari kisah ini adalah jangan terlalu dekat dalam bergaul dengan seseorang yang tidak bisa berkompromi dengan kita. Bertemanlah dengan seimbang. Jangan hanya ingin menerima saja namun memberikan semampu kalian.
Posting Komentar untuk "Teman Kerja Egois"