Nasi Kuning Banjar Dalam Kenangan

 
Nasi kuning Banjar


Selama kurang lebih delapan belas tahun saya tinggal di Kalimantan. Lahir di Kalimantan Selatan dan besar di Kalimantan Timur. Rasanya baru kemarin saya pindah ke Surabaya, seolah kenangan tinggal di Kalimantan terasa membekas di hati.

Masa remaja saya habiskan di Balikpapan, Kalimantan Timur. Walau masa remaja saya tergolong biasa-biasa saja, namun kehangatan keluarga masih membekas. Apalagi ketika itu almarhum Bapak masih hidup dan masih aktif bekerja.

Di Balikpapan banyak kenangan manis, salah satunya kuliner. Walau kedua orang tua saya tidak membiasakan jajan di luar namun sesekali mereka mengajak saya untuk kuliner.

Satu kuliner yang tak pernah hilang dalam memori adalah Nasi Kuning Banjar. Bahkan sampai saya pindah ke Surabaya pun, saya masih mencari kuliner ini. Alhamdulillah nasi kuning Banjar juga dijual di Surabaya. Namun memang kita harus jeli dalam mencari kuliner daerah. Karena tidak semua sudut kota Surabaya terdapat pedagang kuliner daerah.

Mengapa Suka Dengan Nasi Kuning Banjar

Entah mengapa saya tidak bisa melupakan nasi kuning Banjar begitu saja. Bahkan setelah 23 tahun saya meninggalkan Balikpapan, tak juga lupa. Sesekali saya sempatkan untuk wisata kuliner nasi kuning Banjar di Surabaya.

Biasanya sih langganan saya adalah Nasi Kuning Banjar Rochman yang membuka outletnya di Indomaret maupun Alfamart yang ada di Surabaya. Selain itu Nasi Kuning Banjar juga menerima pembelian secara online melalui aplikasi. Beruntung sekali saya hidup di zaman serba modern yang dengan mudahnya memesan makanan legend semasa di Balikpapan dulu. 

Lalu apa keistimewaan Nasi Kuning Banjar sehingga saya tidak bisa melupakannya bahwa di kota sekarang. Berikut keistimewaannya:
  1. Menggunakan bumbu masak habang. Bumbu masak habang ini terbuat dari cabai yang sudah dikeringkan dan setahu saya hanya ada di Banjarmasin atau Kalimantan saja.
  2. Bisa memiliki ikan yang kita sukai, seperti ayam, telur atau ikan haruan. Ikan haruan bisa jadi salah satu lauk khas yang melengkapi nasi kuning Banjar.
Bukan bermaksud membandingkan dengan nasi kuning yang saya temui di Jawa, namun memang nasi kuning di Jawa termasuk kategori keringan alias tidak menggunakan bumbu masak habang atau bumbu Bali. Saya juga suka dengan nasi kuning yang ada di Jawa namun kalau disuruh memilih maka lidah akan lebih cenderung melahap nasi kuning Banjar.

Namun sebagai manusia yang harus bisa beradaptasi dengan lingkungan baru, saya pun akhirnya terbiasa mengonsumsi nasi kuning Surabaya yang cenderung mengguanakan lauk keringan tanpa bumbu masak habang. Biasanya saya akali apabila ingin makan nasi kuning Surabaya, yaitu dengan menambahkan bumbu bali yang berisi telur atau ayam. Maka cita rasanya pun tak jauh berbeda.

Setiap daerah pasti memiliki kuliner khas masing-masing yang membuat penduduk lokal suka menyantap untuk sarapan, makan siang dan juga makan malam. Apabila kita pindah dari suatu daerah, memang belum tentu bisa menemukan kuliner khas daerah tertentu. Jikalau ada penjual kuliner khas daerah tertentu, maka rasanya pun tidak bisa sama persis.

Contohnya saja ketika kita makan nasi uduk Jakarta yang dijual di Surabaya, meskipun dari segi rasa ada kemiripan, namun vibesnya berbeda apabila kita makan di kota asalnya langsung. Atau bisa saja ada komponen yang hilang manakala kita makan kuliner khas daerah tertentu di kota lain. Misalnya saya pernah makan nasi uduk namun penjualnya lupa menaruh kerupuk di hidangan saya, Mungkin terdengar sepele, namun bisa jadi kerupuklah yang menjadi ciri khas nasi uduk tersebut dihidangkan.





Posting Komentar untuk "Nasi Kuning Banjar Dalam Kenangan "