Tahun 2015 saya pernah ikut Bude di Semarang untuk bekerja. Menumpang istilahnya ya. Memang hanya 3 bulan saya menumpang di rumah Bude, namun dalam kurun waktu 3 bulan itu banyak hikmah yang saya petik. Salah satu hikmahnya adalah betapa attitude atau akhlak yang baik itu perlu diterapkan sejak dari kecil sehingga ketika dewasa seorang anak ikut menumpang keluarga lain, maka anak tersebut bisa menyesuaikan diri.
Lalu, apakah seorang anak berpeluang untuk ikut keluarga orang tua? Tentu saja peluang anak ikut keluarga lain itu ada dan biasanya karena:
- Anak melanjutkan sekolah di luar kota
- Anak mendapat pekerjaan di luar kota
- Orang tua mengalami keterbatasan finansial sehingga harus menitipkan anak ke keluarga lain untuk sementara waktu.
Sah-sah saja menitipkan anak ke keluarga lain, asal ada persetujuan dari keluarga yang dititipkan. Tentu saja tinggal sendiri di kost itu lebih baik daripada harus menumpang, namun biasanya ada beberapa kendala yang dikhawatirkan oleh orang tua misalnya saja:
- Khawatir anak tidak terkontrol apabila harus kost atau sewa rumah sendiri, sehingga orang tua memutuskan untuk menitipkan sementara anak ke keluarga seperti nenek, bude atau kerabat lain.
- Jarak tempat kerja atau sekolah anak lebih dekat dengan rumah saudara bisa menjadi bahan pertimbangan orang tua menitipkan anak.
- Keterbatasan finansial orang tua ketika menyekolahkan anak ke luar kota misalnya, sehingga anak lebih baik dititipkan ke saudara sementara waktu.
Ketika anak ditipkan ke rumah keluarga, tentu harus ada etika yang dibawa. Hal ini bertujuan agar anak tahu diri dan tidak semena-mena ketika tinggal di rumah keluarga. Singkat kata, teman saya pernah curhat kalau di rumahnya sekarang tinggal keponakan yaitu anak dari kakak perempuannya.
Jadi ternyata si anak itu tak tahu diri dan sering melakukan hal yang membuat jengkel seisi rumah teman saya itu. Apalagi di rumah teman saya juga ada nenek si anak yang sudah lansia. Beberapa tingkah laku anak yang tidak beretika ketika menumpang di rumah keluarga, sebut saja:
- Bangun tidur selalu siang
- Tidak mau membantu pemilik rumah yang ditumpangi membereskan pekerjaan rumah
- Request masakan seenaknya seakan menyuruh neneknya memasak.
- Mandi lama sekali sampai-sampai membuat pemilik rumah menunggu lama.
- Mengajak teman-temannya nongkrong di rumah saudara yang ditumpangi sehingga menimbulkan kegaduhan.
Curhat dari teman saya itu kemudian menginspirasi saya untuk menulis mengenai etika anak menumpang di rumah keluarga. Apa jadinya jika orang tua tidak membekali anak dengan pendidikan etika secara internal, tentu ketika anak menumpang di rumah saudara akan memicu konflik yang ujung-ujungnya bisa memutus silaturahmi.
Anak Menumpang di Rumah Keluarga: Jangan Lupakan Etika Ini
1. Menjaga Sikap Terhadap Keluarga Pemiliki Rumah yang Ditumpangi
Ketika saya menumpang di rumah bude di Semarang tahun 2005 silam, saya berusaha menjaga sikap agar tidak membuat bude tersinggung atau merepotkan seluruh anggota keluarga lainnya. Saya selalu nrimo makanan yang terhidang di atas meja makan, walau mungkin tak sesuai selera.
Saya pun tahu diri ketika tinggal di rumah Bude tidak pernah mandi berlama-lama karena kedua cucu bude pun harus mandi pagi untuk kemudian berangkat sekolah. Biar bagaimanapun, kita yang tinggal menumpang di rumah saudara harus menghormati hak pemilik rumah. Toh, kita tidak diperlakukan buruk oleh mereka, bahkan sudah seharusnya bersyukur karena diberi tempat tinggal gratis tanpa harus bayar sewa, tagihan listrik, air dan segala keperluan rumah tangga lainnya.
2. Berinisiatif Membantu Keluarga yang Ditumpangi
Menumpang di rumah saudara artinya kita harus peka terhadap kesibukan serta aktivitas keseharian seluruh anggota keluarga. Perhatikan dulu apa saja rutinintas si pemilik rumah, lalu kalian bisa mulai membantu pekerjaan yang sekiranya mudah dilakukan.
Apa sih susahnya menyapu, mengepel, mengganti air galon (bagi laki-laki), meletakkan kembali sandal ke rak sepatu, mengisi botol minum yang kosong di kulkas, membuang sampah serta berbagai rutinitas lainnya.
Jangan tutup mata atau bersikap cuek manakala menumpang di rumah keluarga karena hal sekecil apapun yang kalian lakukan untuk membantu maka akan diapresiasi oleh pemilik rumah.
3. Beradaptasi Dengan Aturan Keluarga yang Ditumpangi
Budaya ketika kita berada di rumah sendiri dengan budaya ketika tinggal di rumah saudara tentu saja berbeda 180 derajat. Tidak perlu menumpang sampai bertahun-tahun, kita menginap selama 3 hari saja di rumah saudara bisa kok merasakan perbedaannya.
Anak menumpang tinggal di rumah saudara wajib untuk menyesuaikan diri dengan aturan keluarga yang ditumpangi, meskipun mungkin dia tidak cocok. Misalnya saja jam malam di keluarga adalah jam 8 malam, sementara jam malam di rumah sendiri adalah jam 10, maka anak wajib patuh pada aturan di keluarga yang ditumpangi.
Jika waktu sarapan keluarga yang ditumpangi adalah mulai pukul 07.00, dan anak yang menumpang di rumah keluarga ternyata memiliki kebiasaan sarapan di pukul 06.00, maka ajarkan anak untuk bisa memasak bagi dirinya sendiri tanpa merepotkan pemilik rumah. Atau bisa banget nyetok mie instan siap saji ketika lapar datang di pagi hari.
Jangan buat aturan sendiri selama aturan yang diberlakukan oleh pemilik rumah tak merugikan anak yang menumpang.
Penutup
Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di kehidupan kemudian hari. Jika suatu saat anak kita harus menumpang di rumah saudara, maka didiklah anak untuk menghargai pemilik rumah yang ditumpangi agar tidak menjadi beban bagi mereka.
Tahu diri, tahu tempat dan tahu waktu merupakan kunci anak dapat diterima baik oleh keluarga yang ditumpangi.
Good insight, Kak!
BalasHapusTahu adab tinggal di rumah orang lain, ya. Perlu banget diajarkan ke anak supaya tahu sopan santun, unggah ungguh.