"Kamu sih kerjaannya main melulu, coba contoh kakakmu yang selalu di rumah aja buat belajar. Makanya kakakmu selalu ranking di sekolah. Coba kamu contoh kakak." Pernahkah terlontar kalimat seperti ini dari orang tua kalian? Jika tidak maka bersyukurlah. Terkadang secara tak langsung orang tua pernah atau bahkan sering membandingkan anak mereka dengan anak orang lain atau sesama saudara yang lain.
Memiliki buah hati merupakan dambaan bagi setiap orang tak terkecuali. Setiap melihat pasangan suami istri menggendong buah hati mereka, tentu terbersit keinginan juga untuk memiliki anak. Namun tantangan menjadi orang tua tak mudah tentunya. Bahkan setiap makanan dan minuman yang diberikan untuk darah daging kita akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak.
Berbicara mengenai membanding anak-anak di dalam rumah tangga tentu saja sebisa mungkin jangan pernah terucap di lisan kedua orang tua. Setiap anak pasti memiliki ciri khas masing-masing. Tidak ada yang lebih baik atau lebih kurang di antara anak-anak kita.
Jika memang orang tua tidak suka dengan sifat, karakter maupun kompetensi yang dimiliki anak, maka arahkan anak agar menjadi lebih baik lagi. Namun jangan pernah memaksakan kehendak kita sebagai orang tua, dan jangan pernah membandingkan dengan kakak atau adiknya, bahkan anak orang lain.
Dulu saya dan kakak perempuan memiliki fisik yang berbeda, bahkan sampai sekarang. Bersyukur kedua orang tua saya tidak pernah membandingkan saya dan kakak perempuan dan hanya fokus melihat potensi yang kami miliki. Beruntungnya saya dan kakak perempuan terpaut usia jauh sehingga apabila di antara kami terlihat perbedaan fisik yang signifikan, maka tidak terlalu mengganggu karena kami memiliki lingkungan pertemanan yang berbeda.
Adapun bahaya jika orang tua terlalu sering membandingkan anak antara lain:
1. Anak menjadi tidak percaya diri
Setiap orang tua mulai melontarkan kalimat yang bersifat membandingkan anak dengan saudaranya yang lebih unggul, pasti akan muncul rasa tak percaya diri pada si anak. Rasa sedih pasti ada, seolah orang tua tidak bersyukur memiliki anak dengan kondisinya yang mugkin tak berprestasi atau hal-hal lain yang dianggap minus di mata orang tua.
Jika sampai dewasa anak tidak percaya diri, bukan tidak mungkin dia akan menjadi orang yang sulit mengambil keputusan. Hal ini dikarenakan masih terngiang-ngiang perlakuan orang tua ketika dirinya masih kecil dan suka dibandingkan dengan saudaranya yang lain.
2. Terjadi kecemburuan antara saudara
Anak yang tidak berprestasi dibandingkan dengan kakak atau adik dengan segudang prestasi di sekolah, maka bisa menimbulkan rasa iri dan cemburu. Akibatnya bisa ada dua, yaitu perubahan ke arah positif atau justru ke arah yang negatif. Anak yang dibandingkan bisa berubah positif apabila dia ingin menunjukkan kepada orang tua bahwa dia mampu berprestasi seperti saudaranya yang lain.
Namun yang berbahaya apabila anak yang dibandingkan itu justru lari ke pergaulan bebas serta kenakalan remaja lainnya. Anak hadir di tengah-tengah orang tua sebagai penyejuk hati, bukan sebagai pembuat masalah. Jika memang salah satu anak Anda berbeda dengan anak lainnya, jangan hakimi seketika. Rangkullah anak, ajak diskusi serta berilah nasihat yang sekiranya mampu diserap oleh anak.
Jika terjadi kecemburuan antara saudara kandung, maka tidak mustahil sampai dewasa hubungan antar saudara menjadi renggang hanya karena sewaktu kecil sering dibanding-bandingkan oleh orang tua.
3. Anak tidak bisa berkembang sesuai potensinya
Ada cerita dimana Ayah ingin anaknya menjadi dokter seperti anak dari rekan kerja di kantor. Namun kemampuan matematika anak cenderung pas-pasan. Ayah memaksa anak untuk mengambil berbagai kursus yang dapat meningkatkan nilai akademik di sekolah, sehingga bisa mengambil jurusan kedokteran ketika kuliah kelak.
Bayangkan jika anak menurut dengan ambisi orang tua, sementara kemampuannya terbatas dalam menyerap dan memahami ilmu eksakta. Bisa-bisa ketika kuliah di kedokteran, anak tersebut tidak kuat dan terpaksa kuliah lebih lama dibanding teman-teman seangkatan karena sering dapat nilai D di setiap mata kuliah. Terlalu lama lulus kuliah bisa menyebabkan drop out. Kalau begini siapa yang dirugikan? Pasti orang tua juga karena biaya yang dikeluarkan tidak sedikit.
Jangan membandingkan anak dengan anak orang lain hanya demi ambisi orang tua. Ingat, yang menjalani hidup itu adalah anak yang bersangkutan. Kita sebagai orang tua hanya bisa mengarahkan dan mendoakan demi kesuksesan anak.
Huhu iya nih kadang kalau gemes sering gak sengaja bandingin :P
BalasHapusSetiap ortu memang sebaiknya menyadari ya bahwa gak ada dua anak yang tabiat/ sifatnya sama persis, walau saudara kembar sekalipun. TFS.